Senin, 10 Januari 2011

Paper ESDM

Tugas Makalah
ESDM &Ketenagakerjaan II


P A S A R K E R J A





Di Susun

Oleh :

RISKI ROBI JUHARDI
HERLINA
DIAN SYAHYADI
ERVANDI AFRINAL



PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2010

DAFTAR ISI

Kata pengantar i

Daftar isi ii

Bab I Pendahuluan
1. 1 Latar Belakang 1
1. 2 Perumusan masalah 6
1.3 Tujuan Penulisan 6

Bab II Pembahasan
II. 1 Pengertian dan konsep tenaga kerja 7
II. 1.1 Tenaga Kerja 7
II. 1.2 Pengertian Angkatan Kerja 13
II. 2 Permintaan dan penawaran tenaga kerja 16
II. 2.1 Permintaan tenaga kerja 16
II. 2.2 Penawaran tenaga kerja 17
II. 2.1 Permintaan tenaga kerja 16
II. 3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tenaga Kerja 18
II. 4 Pasar Tenaga Kerja 20
II. 4.1 Permintaan tenaga kerja di suatu daerah 20
II. 4.1 Penawaran Tenaga Kerja di suatu daerah 21
II. 5 Produktivitas tenaga kerja 23

Bab III Penutup
III. 1 Kesimpulan 26

Daftar Pustaka 27

KATA PENGANTAR
Seraya memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena penulis menyadari bahwa berkat rahmat dan hidayatnya penulis dapat menyelesaikan tugas Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan II yang membahas tentang Pasar Kerja. Tulisan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Perkuliahan yang di berikan oleh Bapak Prof. Dr. H. Harlen SE, MM. dan Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingannya dalam penyelesaian tugas ini.
Mudah-mudahan tugas ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa Tugas ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu, kritik dan saran para pembaca yang bersifat membangun akan di terima dengan senang hati demi penyempurnaan pembuatan Tugas di masa yang akan datang.
Semoga Allah swt selalu memberi taufik dan hidayahnya kepada kita semua, khususnya yang membaca tugas ini dan kami selaku penulis mengharapkan setelah dibaca dan di pahami mudah-mudahan bias di implement tasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkup masyarakat, amin.





Penulis








BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan statistik ketenagakerjaan, bahwa masalah krusial yang dihadapi oleh pasar kerja Indonesia sampai saat ini adalah masalah pengangguran. Bukan saja jumlahnya sangat besar, tetapi juga karena rate-nya yang cukup tinggi. Sepanjang tahun 2004 sampai 2007 jumlah pengangguran terbuka tidak pernah di bawah angka 10 juta orang, bahkan pernah mencapai angka hampir 13 juta pada tahun 2005. Jumlah yang sangat banyak. Sejalan dengan perkembangan jumlah absolutnya, maka tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga menunjukkan angka yang cukup fantastis, yakni rata-rata di atas 9% selama tahun 2004 sampai 2007. Angka ini jauh di atas the natural rate of unemployment yang berkisar antara 4% sampai dengan 6%.
Banyak faktor yang mengakibatkan munculnya masalah pengangguran ini. Salah satu faktor yang paling menentukan adalah ketidakmampuan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk menyerap tenaga kerja secara signifikan. Padahal, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu 2002–2006 cukup tinggi dan mengalami peningkatan yang cukup berarti yakni dari 3,8% pada tahun 2002 menjadi 5,5% pada tahun 2006, atau rata-rata sekitar 5%.
Bahkan, pada tahun 2007 diperkirakan sebesar 6,2%, yang berarti dapat mencapai atau mendekati target yang ditetapkan dalam APBN 2007. Secara umum dan agregat, kinerja perkonomian Indonesia selama kurun waktu tersebut menunjukkan kemajuan yang cukup baik. Namun perbaikan ekonomi makro tersebut, kualitasnya belum sesuai dengan yang diharapkan, terbukti dengan adanya penurunan daya serap pertumbuhan ekonomi terhadap tenaga kerja dari 400.000 tenaga kerja per 1% menjadi hanya sekitar 200.000 tenaga kerja per 1%. Menurut catatan akhir Kadin Indonesia, salah satu penyebab utama dari keadaan ini adalah wrong incentive structure, dimana sektor tradeable–seperti pertanian, industri pengolahan dan jasa–yang seharusnya menjadi basis pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, tumbuh jauh di bawah pertumbuhan PDB (kecuali sektor pertanian). Sementara sektor non-tradeable justru sebaliknya. Jadi akselerasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai masih kurang memperhatikan aspek kualitas, terutama dalam hal efisiensi, kesinambungan, dan pro kesempatan kerja.
Akibatnya banyak penduduk yang menganggur dan berimplikasi langsung pada munculnya masalah yang lebih kompleks, yaitu kemiskinan, yang antara lain ditandai oleh jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dan penduduk yang rentan untuk jatuh ke bawah garis kemiskinan. Situasi ini membuat penduduk menghadapi kesulitan ekonomi, yang memaksa mereka harus bekerja apa saja untuk mempertahankan hidupnya, meskipun dengan imbalan yang terlalu rendah, atau bahkan meninggalkan kampung halaman dan negaranya dengan risiko yang tidak dapat dibayangkannya. Uraian di atas menunjukkan bahwa negara masih belum dapat memenuhi kewajibannya untuk memenuhi hak dasar rakyat atas pekerjaan. Apa implikasi dari keadaan ini terhadap keseluruhan pembangunan di Indonesia? Indonesia akan sulit keluar dari lingkaran setan (vicious circle) menuju lingkaran kebajikan (virtuous circle) dimana perbaikan ekonomi terjadi secara berantai dan membawa perekonomian Indonesia pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, karena pengangguran akan membebani ekonomi secara keseluruhan dan akan mengganggu stabilitas nasional dengan efek domino-nya.
Keberadaan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat penting artinya bagi organisasi. Dalam perkembangannya, organisasi akan menghadapi permasalahan tenaga kerja yang semakin kompleks, dengan demikian pengelolaan sumber daya manusia harus dilakukan secara profesional oleh departemen tersendiri dalam suatu organisasi, yaitu Human Resource Departement.
SDM sebagai salah satu unsur penunjang organisasi, dapat diartikan sebagai manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut personil, tenaga kerja, pekerja/karyawan); atau potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya; atau potensi yang merupakan asset & berfungsi sebagai modal non-material dalam organisasi bisnis, yang dpt diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi (Nawawi, 2000).
Pada organisasi yang masih bersifat tradisional, fokus terhadap SDM belum sepenuhnya dilaksanakan. Organisasi tersebut masih berkonsentrasi pada fungsi produksi, keuangan, dan pemasaran yang cenderung berorientasi jangka pendek. Mengingat betapa pentingnya peran SDM untuk kemajuan organisasi, maka organisasi dengan model yang lebih moderat menekankan pada fungsi SDM dengan orientasi jangka panjang.
Mengelola SDM di era globalisasi bukan merupakan hal yang mudah. Oleh karena itu, berbagai macam suprastruktur dan infrastruktur perlu disiapkan untuk mendukung proses terwujudnya SDM yang berkualitas. Perusahaan yang ingin tetap eksis dan memiliki citra positif di mata masyarakat tidak akan mengabaikan aspek pengembangan kualitas SDM-nya. Oleh karena itu peran manajemen sumber daya manusia dalam organisasi tidak kecil, bahkan sebagai sentral pengelola maupun penyedia SDM bagi departemen lainnya.
Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaantenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat (Flippo, 1996). Atau dengan kata lain, secara lugas MSDM dapat diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan SDM dalam upaya mencapai tujuan individual maupun organisasional.
Secara historis, perkembangan pemikiran tentang MSDM tidak terlepas dari perkembangan pemikiran manajemen secara umum, dimulai dari gerakan manajemen ilmiah (dengan pendekatan mekanis) yang banyak didominasi oleh pemikiran dari F.W. Taylor. Pandangan-pandangan yang muncul berkaitan dengan SDM dalam era tersebut adalah :
1. SDM sebagai salah satu faktor produksi yang dipacu untuk bekerja lebih produktif seperti mesin;
2. Bekerja sesuai dengan spesialisasi yang telah ditentukan;
3. Yang tidak produktif harus diganti/dibuang;
4. Kondisi di atas memunculkan : pengangguran, tidak adanya jaminan dalam bekerja, berkurangnya rasa bangga terhadap pekerjaan, dan tumbuhnya serikat pekerja.
Gerakan human relation (dengan pendekatan paternalis), era ini ditandai dengan adanya pemikiran tentang peran SDM terhadap kemajuan organisasi. Pandangan-pandangan yang muncul adalah :
1. SDM harus dilindungi dan disayangi, tidak hanya dianggap sebagai faktor produksi belaka tapi juga sebagai pemilik perusahaan;
2. Mulai disediakannya berbagai fasilitas pemenuhan kebutuhan karyawan, seperti tempat ibadah, tempat istirahat, jaminan kesehatan, kantin, perumahan, dan sebagainya sebagai bentuk perhatian perusahaan terhadap tingkat kesejahteraan karyawan.
Gerakan kontemporer (dengan pendekatan sistem sosial), di era ini pemikiran tentang pentingnya peran SDM dan perlunya perhatian perusahaan terhadap kesejahteraan serta kepastian dalam bekerja semakin berkembang. Pandangan-pandangan yang muncul bahwa :
1. Pencapaian tujuan organisasi tidak terlepas dari kontribusi SDM;
2. Munculnya teori hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow (1940-an) sebagai landasan motivasi individu menjadi pendorong adanya pemikiran tentang perlunya memotivasi SDM dengan melihat tingkat kebutuhan yang dimilikinya;
3. Adanya kecenderungan baru yang berdampak positif terhadap perkembangan efektivitas organisasi, yaitu :
a. Meningkatnya kepentingan terhadap MSDM;
b. Adanya perubahan arah pengawasan dan kebijakan secara sentral, dan pelaksanaan yang terdesentralisasi;
c. Meningkatnya otomatisasi dan pengembangan Sistem Informasi SDM;
d. Munculnya program MSDM yang terintegrasi;
e. Adanya perubahan menuju sistem merit dan akuntabilitas;
f. Meningkatnya perhatian terhadap perilaku kerja karyawan;
g. Meningkatnya perhatian terhadap budaya dan nilai organisasi;
h. Adanya perluasan program peningkatan produktivitas.
Di pasar yang tidak terkendali, pengangguran yang terjadi adalah pengangguran sukarela" (Mises [1949] 1966: 599). Manusia bekerja karena memilih untuk mengantisipasi atas hasil pekerjaannya ketimbang menyia-nyiakan tenaganya atau penghasilan/manfaat fisik yang diperoleh seandainya ia memutuskan tidak bekerja. Ia akan ”berhenti bekerja pada suatu titik, saat ia merasa bahwa menikmati waktu senggangnya tidak lagi berarti penyia-nyiaan kesempatan kerja; atau saat manfaat waktu senggangnya dianggap lebih berharga daripada penambahan kepuasan yang mungkin didapat seandainya ia bekerja terus" (ibid.: 611).
Maka, Robinson Crusoe, sebagai seorang produsen yang harus memenuhi kebutuhannya sendiri, jelas hanya akan menganggur jika ia memutuskan demikian secara sukarela-- misalnya untuk bersenang-senang saja dan mengonsumsi barang-barang saat ini daripada mengeluarkan tenaga untuk menghasilkan barang-barang masa depan yang dibutuhkannya.
Hal serupa juga terjadi saat Friday muncul dan perekonomianmelibatkan kepemilikan pribadi pun mulai tercipta atas dasar pengakuan terhadap hak kepemilikian eksklusif masingmasing orang terhadap segala sumber daya yang dianggap langka dan yang telah dihasilkannya di pekaranganpekarangan rumah (homesteaded) melalui penggabungan tenaga kerja dengan sumber daya tersebut, sebelum ada orang lain yang melakukan hal serupa, juga kepemilikan atas semua barang lain yang diturunkan melalui proses tersebut. Dalam situasi demikian, pertukaran antara nisbah harga beli/sewa atas komoditas fisik menjadi dimungkinkan. Begitu juga halnya dengan nisbah harga sewa (upah) atas jasa tenaga kerja. Kesempatan kerja akan tercipta kemudian bilamana tawaran upah dinilai lebih tinggi oleh seorang pekerja daripada kepuasan yang diperoleh jika ia tidak bekerja, atau daripada hasil yang mungkin diperolehnya seandainya ia bekerja untuk dirinya sendiri. Dalam kondisi terakhir, seorang pekerja akan menghadapi tiga pilihan. Ia dapat: (1) menjadi swasembadawan dengan bekal sumber daya yang dimilikinya, atau mengolah sumberdaya dari yang sebelumnya sub-marjinal menjadi lebih bernilai, untuk dikonsumsinya sendiri kelak; (2) menjadi wiraswastawan/pengusaha kapitalis, dan berkecimpung dalam perekonomian barter dengan sesame swasembadawan; atau (3) menjadi kapitalis pasar dengan menjual produknya di pasar untuk memperoleh uang.
Kesempatan kerja akan meningkat dan upah juga akan bergerak naik selama tingkat upah yang berlaku dinilai lebih rendah oleh para pengusaha daripada nilai marjinal produk (setelah dikurangi dengan preferensi waktu2 sejalan dengan peningkatan sedikit demi sedikit yang dapat diharapkan melalui penggunaan tenaga kerja. Di lain pihak, kehilangan kesempatan kerja akan terjadi atau meningkat selama orang menilai bahwa nilai marjinal produk yang didapat melalui swasembada, ataupun nilai kepuasan dari kegiatan di waktu senggangnya (leisure), lebih tinggi daripada upah yang mencerminkan produktivitas-marjinal jasa/tenaganya.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang diatas, maka permasalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.2. 1. Apa saja konsep-konsep dari pasar kerja ?
1.2. 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pasar kerja ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui Konsep-konsep dasar dari pasar kerja baik itu berupa Tenaga kerja, Angkatan Kerja, jenis-jenis Pengangguran,Permintaan tenaga kerja, Penawaran tenaga kerja,Faktor-faktor yang mempengaruhi tenaga kerja dan Produktivitas tenaga kerja.













BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian dan Konsep Tenaga Kerja

II.1.1 Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting di samping sumber daya alam, modal dan teknologi, Kalau ditinjau secara umum pengertian tenaga kerja adalah menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang atau jasa dan mempunyai nilai ekonomis yang dapat berguna bagi kebutuhan masyarakat. Secara fisik kemampuan bekerja diukur dengan usia.
Dengan kata lain orang dalam usia kerja dianggap mampu bekerja. Ekonom memandang bahwa leisure merupakan kebutuhan pokok manusia, sementara upah juga merupakan barang normal (semakin banyak semakin disukai). Tenaga kerja dianggap tidak suka pada jam bekerja namun suka pada pendapatan dan leisure. Oleh karena itu penawaran tenaga kerja berhubungan positif dengan tingkat upah, namun karena leisure juga diinginkan oleh tenaga kerja, maka penawaran tenaga kerja bersifat backward bending (bengkok ke belakang). Pada tingkat upahnya meningkat karena ingin mempertahankan jam leisure-nya (untuk mengurusi keluarga dan sebagainya).
Pengembangan agribisnis dan agroindustri di pedesaan juga akan mampu meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesempatan kerja penduduk sehingga akan meningkatkan Agregat Supply. Pergeseran Agregat Supply, secara teoritis dapat diturunkan dari fungsi produksi agregat dan keseimbangan pasar tenaga kerja (Yasin, 2003) yang secara matematis ditulis:
Y = f (N, T, K) (2.1)
Peningkatan tenaga kerja, teknologi, kapital akan menyebabkan fungsi produksi meningkat sehingga agregat supply juga meningkat, yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1. Peningkatan Agregat Supply Akibat Peningkatan Kurva Produksi (Yasin, 2003)
Keterangan: Y = Produksi
N = Tenaga kerja
T = Teknologi
K = Kapital
SN = Penawaran tenaga kerja
W = Tingkat upah
DN = Permintaan tenaga kerja
SN-DN = L (W/P)
Pasar tenaga kerja dapat digolongkan menjadi pasar tenaga kerja terdidik dan pasar tenaga kerja tidak terdidik. Menurut Simanjuntak (2001), kedua bentuk pasar tenaga kerja tersebut berbeda dalam beberapa hal. Pertama, tenaga terdidik pada umumnya mempunyai produktivitas kerja lebih tinggi daripada yang tidak terdidik. Produktivitas pekerja pada dasarnya tercermin dalam tingkat upah dan penghasilan pekerja, yaitu berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya. Kedua, dari segi waktu, supply tenaga kerja terdidik haruslah melalui proses pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu, elastisitas supply tenaga kerja terdidik biasanya lebih kecil dari pada elastisitas supply tenaga kerja tidak terdidik. Ketiga, dalam proses pengisian lowongan, pengusaha memerlukan lebih banyak waktu untuk menyeleksi tenaga kerja terdidik daripada tenaga kerja tidak terdidik. Supply atau penawaran tenaga kerja adalah suatu hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja. Seperti halnya penawaran, demand atau permintaan tenaga kerja juga merupakan suatu hubungan antara upah dan jumlah tenaga kerja. Motif perusahaan mempekerjakan seseorang adalah untuk membantu memproduksi barang atau jasa yang akan dijual kepada konsumennya. Besaran permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja tergantung pada besaran permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksi perusahaan itu. Oleh karenanya, permintaan terhadap tenaga kerja merupakan permintaan turunan (derived demand).
Penentuan permintaan tenaga kerja dapat diturunkan dari fungsi produksi yang merupakan fungsi dari tenaga kerja (L) dan modal (K), sebagai berikut:
TP = f (L, K) (2.2)
Di mana:
TP = Produksi total (output)
L = Tenaga kerja
K = Modal
Keseimbangan pasar tenaga kerja merupakan suatu posisi tertentu yang terbentuk oleh adanya interaksi permintaan dan penawaran tenaga kerja. Todaro (2000) menyatakan bahwa dalam pasar persaingan sempurna (perfect competition), di mana tidak ada satupun produsen dan konsumen yang mempunyai pengaruh atau kekuatan yang cukup besar untuk mendikte harga-harga input maupun output, tingkat penyerapan tenaga kerja (level of employment) dan harganya (tingkat upah) ditentukan secara bersamaan oleh segenap harga-harga output dan faktor-faktor produksi selain tenaga kerja.

Gambar 2.2. Keseimbangan di Pasar Tenaga Kerja

Gambar 2.2 memperlihatkan keseimbangan di pasar tenaga kerja tercapai pada saat jumlah tenaga kerja yang ditawarkan oleh individu (di pasar tenaga kerja, SL) sama besarnya dengan yang diminta (DL) oleh perusahaan, yaitu pada tingkat upah ekuilibrium (W0). Pada tingkat upah yang lebih tinggi (W2) penawaran tenaga kerja melebihi permintaan tenaga kerja, sehingga persaingan di antara individu dalam rangka memperebutkan pekerjaan akan mendorong turunnya tingkat upah mendekati atau tepat ke titik ekuilibrium (W0). Sebaliknya, pada tingkat upah yang lebih rendah (W1) jumlah total tenaga kerja yang diminta oleh para produsen melebihi kuantitas penawaran yang ada, sehingga terjadi persaingan di antara para perusahaan atau produsen dalam memperebutkan tenaga kerja. Hal ini akan mendorong kenaikan tingkat upah mendekati atau tepat ke titik ekuilibrium. Pada titik W0 jumlah kesempatan kerja yang diukur pada sumbu horisontal adalah sebesar L0. Secara definitif, pada titik L0 inilah tercipta kesempatan kerja atau penyerapan tenaga kerja secara penuh (full employment). Artinya pada tingkat upah ekuilibrium tersebut semua orang yang menginginkan pekerjaan akan memperoleh pekerjaan, atau dengan kata lain sama sekali tidak akan terdapat pengangguran, kecuali pengangguran secara sukarela.
Kesempatan kerja itu timbul karena adanya investasi dan usaha untuk memperluas kesempatan kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan investasi, laju pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. Strategi pembangunan yang diterapkan juga akan mempengaruhi usaha perluasan kesempatan kerja.
Menurut Suharsono Sagir (2000) kesempatan kerja adalah: .Kesempatan untuk berusaha dan berpartisipasi dalam pembangunan, jelas akan memberikan hak bagi manusia untuk menikmati hasil dari pembangunan.. Menurut Tjiptoherijanto (1997) menyebutkan: Pendekatan ekonomi yang hanya berorientasi kenaikan GDP tidak akan berhasil dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sedangkan pendekatan sumber daya manusia menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang diimbangi dengan pemerataan, baik kesempatan kerja maupun pendapatan.
Strategi pembangunan dan sasaran tujuan nasional harus benar-benar memperhatikan aspek sumber daya manusia dalam memasuki lapangan kerja, orientasi untuk peningkatan GDP harus terlebih dahulu diikuti oleh peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan ketrampilan yang memadai agar dalam pembangunan tersebut peningkatan GDP juga diikuti dengan peningkatan produktivitas kerja.
Telah dijelaskan di atas bahwa tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting yang secara aktif mengolah sumber lain. Menurut Simanjuntak (2001) yang dimaksud tenaga kerja adalah: Penduduk yang sedang atau sudah bekerja, sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan-kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Batas umur tenaga kerja minimum 15 tahun tanpa batas umur maksimum.
Menurut Dumairy (2000) yang dimaksud tenaga kerja adalah: .Penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja, baik yang sedang bekerja maupun sedang mencari pekerjaan dengan batas usia minimum 15 tahun ke atas tanpa batas umur maksimum.
Berdasarkan pengertian di atas dapatlah diketahui bahwa tenaga kerja yaitu meliputi penduduk yang berusia 15 tahun ke atas, baik yang sudah bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan serta yang melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga serta golongan lain yang menerima pendapatan. Pada kenyataannya batas usia 15 tahun ke atas bukanlah merupakan suatu kriteria tenaga kerja yang tetap. Batas usia tersebut bisa saja berubah sesuai dengan kondisi yang ada, tujuan dari pemilihan batas umur tersebut adalah supaya definisi yang diberikan sedapat mungkin sebagai gambaran keadaan yang sebenarnya.
Menurut Payman Simanjuntak, yang dimaksud dengan tenaga kerja atau man power adalah .Penduduk yang sudah atau yang sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan-kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Batas umur tenaga kerja minimum adalah 15 tahun tanpa batas umur maksimum. (Payman Simanjuntak, 2001).
Dari pengertian di atas dapatlah kita ketahui bahwa tenaga kerja yaitu meliputi penduduk yang berusia 15 tahun ke atas, baik yang sudah bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan serta yang melakukan kegiatan lain seperti sekolah, mengurus rumah tangga dan golongan-golongan lain yang menerima pendapatan.
Tiap negara memiliki batas umur yang berbeda karena situasi dan kondisi tenaga kerja di masing-masing negara juga berbeda. Pemilihan batas umur 15 tahun adalah berdasarkan fakta bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk berumur muda terutama di desa-desa yang sudah bekerja atau mencari pekerjaan.
Berdasarkan perumusan di atas, dapat dilihat bahwa batas umur maksimum tenaga kerja tidak ada. Alasannya adalah Indonesia belum mempunyai jaminan sosial nasional. Hanya sebagian penduduk Indonesia yang merasakan atau menerima tunjangan di hari tua, yaitu pegawai negeri dan hanya sebagian kecil saja pegawai dari perusahaan swasta. Buat golongan inipun, pendapatan yang mereka terima tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh sebab itulah mereka yang sudah mencapai usia pensiun biasanya tetap masih aktif dalam kegiatan ekonomi tetap digolongkan sebagai tenaga kerja, itulah mengapa sebabnya di Indonesia tidak menganut batas umur maksimum.
Di dalam pengertian tenaga kerja itu juga dimaksudkan kelompok yang sedang mencari pekerjaan, bersekolah dan mengurus rumah tangga. Meskipun mereka tidak bekerja tetapi secara fisik mereka mampu bekerja dan sewaktu waktu dapat ikut bekerja. Inilah alasannya mengapa kelompok ini juga dimaksudkan ke dalam kelompok tenaga kerja. Dua golongan pertama yaitu penduduk yang sudah bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan disebut angkatan kerja. Sedangkan kelompok yang terakhir yaitu penduduk yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan kelompok lain-lain yang menerima pendapatan disebut bukan angkatan kerja (Potential Labor Force).
Berdasarkan uraian di atas dapatlah kita simpulkan bahwa tenaga kerja meliputi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, atau dapat disimpulkan sebagai berikut:
Tenaga Kerja = Angkatan Kerja + Bukan Angkatan Kerja


II.1.2 Pengertian Angkatan Kerja
Untuk mengetahui pengertian angkatan kerja, penulis mengemukakan beberapa pendapat, yaitu menurut Payman Simanjuntak yang dimaksud dengan angkatan kerja adalah: .Penduduk yang berusia 15 tahun ke atas yang mempunyai pekerjaan tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi dan mereka yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan (Payman Simanjuntak, 2001). Sedangkan menurut Soeroto, angkatan kerja dapat didefinisikan sebagai berikut: .Sebagian dari jumlah penduduk dalam usia kerja yang mempunyai dan yang tidak mempunyai pekerjaan yang telah mampu dalam arti sehat fisik dan mental secara yuridis tidak kehilangan kebebasannya untuk memilih dan melakukan pekerjaan tanpa ada unsur paksaan. (Soeroto, MA, 2002).
Dari kedua batasan tadi dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa yang termaksud angkatan kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas baik yang sedang bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan, walaupun Soeroto tidak sependapat dengan batasan usia minimum tetapi secara kualitatis telah memberikan makna yang berarti.
Golongan yang bekerja atau pekerja adalah angkatan kerja yang sudah aktif dalam menghasilkan barang dan jasa. Kelompok ini terdiri dari orang yang bekerja penuh dan setengah pengangguran. Yang termaksud dalam golongan bekerja penuh adalah orang yang cukup dimanfaatkan dalam bekerja dari jumlah jam kerja, produktivitas kerja dan penghasilan yang diperoleh. Sedangkan yang termaksud dalam golongan setengah menganggur adalah orang yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja baik dilihat dari segi jam kerja, produktivitas kerja maupun dari segi penghasilan. Golongan setengah pengangguran dapat dikelompokkan atas:
a. Setengah menganggur kentara, yaitu mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu atau rata-rata kurang dari 6 jam per hari.
b. Setengah menganggur tidak kentara atau menganggur terselubung adalah mereka yang produktivitas kerja dan pendapatannya rendah.
Selanjutnya yang disebut dengan pengangguran adalah angkatan kerja yang siap untuk bekerja dan sedang berusaha untuk mencari pekerjaan.
Adapun menurut Hidayat yang termasuk pencari kerja adalah:
1. Golongan pencari kerja yang pertama sekali masuk angkatan kerja.
2. Golongan yang melepaskan pekerjaan atas kehendak sendiri untuk mencari pekerjaan yang lebih sesuai.
3. Golongan yang diberhentikan dari pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan.
4. Golongan yang sedang bekerja tetapi juga berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik (Hidayat, 2006).
Berdasarkan uraian di atas semakin jelaslah pengertian kita terhadap makna pengangguran yaitu kelompok angkatan kerja yang termasuk sebagai pencari kerja atau berusaha untuk mendapatkan pekerjaan. Berapa besar golongan ini dari seluruh angkatan kerja suatu negara atau daerah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Jurnlah pengangguran = jumlah angkatan kerja / jumlah pengangguran x100%
Pengangguran dapat dibagi atas beberapa faktor, diantaranya adalah atas kemauan sendiri, mereka dapat dibedakan antara pengangguran terpaksa dan pengangguran sukarela.
a. Pengangguran terpaksa adalah mereka yang tidak dapat memperoleh pekerjaan sekalipun bersedia menerima pekerjaan dengan upah lebih rendah dari tingkat biasanya yang berlaku.
b. Pengangguran sukarela adalah mereka yang memilih lebih baik menganggur daripada menerima pekerjaan dengan upah lebih rendah dari tingkat yang biasanya berlaku.
Di bawah ini akan diuraikan jenis pengangguran atas sebabnya, yaitu:
a. Pengangguran Friksional
Pengangguran friksional disebabkan karena seseorang pencari kerja sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Kesulitan ini terjadi karena kurangnya informasi pasar kerja sehingga sulit: mempertemukan pencari kerja dengan lowongan yang tersedia. Jadi pengangguran ini terjadi karena pencari kerja tidak mengetahui di mana adanya lowongan kerja itu, di lain pihak pengusaha kurang mengetahui di mana tersedianya tenaga kerja yang sesuai. Di samping adanya keterbatasan persyaratan kerja secara otomatis menerima setiap lamaran yang diajukan. Pengalaman inilah pengusaha cenderung untuk menolak lamaran yang masuk. Kecenderungan lain bagi pengusaha untuk mengisi suatu lowongan tertentu adalah mengambil tenaga-tenaga dari dalam perusahaan sendiri. Kurangnya mobilitas dari pencari kerja yang baru tamat studi di kota-kota besar enggan untuk mencari pekerjaan di daerah. Bentuk lain dari pengangguran friksional adalah voluntarily unemploeed yaitu walaupun si pencari kerja sudah diterima untuk mengisi lowongan namun si pencari kerja tidak bersedia menerima dengan maksud untuk mencari atau menunggu kesempatan atau pekerjaan yang lebih baik.
b. Pengangguran Struktural
Keadaan perekonomian suatu negara yang tidak menentu akan banyak membawa dampak yang kurang menguntungkan khususnya terhadap pengangguran. Perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian dapat menimbulkan pengangguran struktural. Hal ini membawa konsekuensi terhadap ketrampilan tenaga kerja yang dibutuhkan, sementara pihak pencari kerja belum siap menerima perubahan atau belum mampu menyesuaikan diri terhadap pekerjaan baru tersebut. Hal ini dapat dilihat dari:
1. Pemakaian alat teknologi baru berupa mesin-mesin pada produksi pabrik, hal ini akan menyisihkan tenaga kerja yang tadinya dikerjakan secara manual. Akibatnya tenaga kerja tersebut akan banyak menganggur.
2. Adanya pergeseran dari ekonomi yang berat agraris menjadi ekonomi yang berat industri. Perubahan tersebut akan membawa konsekuensi logis bahwa para pekerja yang tadinya ada di sektor pertanian akan beralih pada sektor industri. Akan tetapi sektor industri tersebut tidak mudah menerimanya karena di sektor industri harus memiliki beberapa ketrampilan khusus untuk setiap pekerjaan tertentu. Akibatnya kelebihan yang tidak tertampung di sektor industri akan menjadi pengangguran.
c. Pengangguran Musiman
Pengangguran musiman disebabkan oleh fluktuasi kegiatan produksi dan distribusi barang atau jasa yang dipengaruhi oleh musim. Ada pola musiman yang disebabkan oleh faktor iklim dan ada yang disebabkan oleh kegiatan masyarakat misalnya musim pengolahan tanam di sektor pertanian biasanya dikaitkan dengan musim hujan. Pada musim panen banyak petani turun ke sawah dan di luar musim tersebut petani tidak mempunyai kegiatan ekonomis. Mereka harus menunggu musim yang baru. Demikian pula di sektor lain, misalnya perusahaan industri sandang, kegiatan akan meningkat dalam menghadapi hari-hari besar keagamaan dan biasanya kegiatan mengendur kembali sesudahnya. Dalam keadaan perekonomian yang lesu inilah akan banyak terdapat pengangguran musiman.
II.2 Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja
II.2.1 Permintaan Tenaga Kerja
Permintaan tenaga kerja berlainan dengan permintaan barang dan jasa. Konsumen membeli barang karena barang tersebut memberikan kegunaan (utility), akan tetapi pengusaha meminta seseorang sebagai tenaga kerja adalah untuk memproduksi barang atau jasa untuk dijual. Dengan kata lain, pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung pertambahan permintaan pengusaha terhadap barang yang diproduksinya. Permintaan tenaga kerja ini disebut derived demand, misalnya meningkatnya permintaan terhadap perumahan akan menimbulkan tambahan permintaan terhadap karyawan bangunan.
Permintaan tenaga kerja atau kebutuhan tenaga kerja dalam suatu perkembangan ekonomi dapat dilihat dari kesempatan kerja (orang yang telah bekerja) dari setiap sektor atau kebutuhan tenaga kerja merupakan jumlah kesempatan kerja yang tersedia di dalam sistem ekonomi, yang dinyatakan dalam jumlah satuan orang yang bekerja pada masing-masing sektor untuk melakukan kegiatan produksi.
Dalam arti yang lebih luas, kebutuhan ini tidak saja menyangkut jumlahnya, tetapi juga kualitasnya (pendidikan dan keahlian). Karena mereka yang bekerja tidak seluruhnya memiliki jam kerja normal (full employment), maka kebutuhan tenaga kerja dalam analisa-analisa tertentu juga dinyatakan dalam satuan ekivalen pekerja penuh (full-time worker equipment). Normatif yang digunakan untuk satu ekivalen pekerja penuh adalah 35 jam kerja per minggu, ada yang menggunakan 40 jam kerja per minggu, karena tiap-tiap sektor biasanya memiliki jumlah jam kerja yang berbeda, dan akan lebih baik lagi bila digunakan normatif yang juga berbeda antar sektor.
Untuk melihat besarnya permintaan tenaga kerja atau orang yang telah bekerja dapat juga menggunakan metode elastisitas kesempatan kerja. Tingkat elastisitas merupakan koefisien daya serap lapangan kerja. Koefisien ini menunjukkan besarnya persentase perubahan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan atau diminta terhadap besarnya persentase perubahan output.
Secara teoritis dalam negara yang sedang berkembang bila pertumbuhan ekonomi meningkat maka permintaan tenaga kerja atau partisipasi rakyat dalam pembangunan akan meningkat pula. Dengan demikian faktor-faktor yang dapat meningkatkan demand tenaga kerja adalah pertumbuhan ekonomi, atau jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan atau demand dari masyarakat, di mana permintaan tersebut dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan juga tingkat upah.
Proses terjadinya penempatan atau hubungan kerja melalui penyediaan permintaan tenaga kerja dinamakan pasar kerja, berarti ada yang menawarkan jasanya untuk produksi, apakah yang bersangkutan sedang bekerja atau mencari pekerjaan.
II.2.2 Penawaran Tenaga Kerja
Pertumbuhan tenaga kerja ditentukan oleh pertumbuhan penduduk di masa lampau, di mana penduduk merupakan sumber pokok bagi penawaran tenaga kerja. Besar kecilnya penawaran tenaga kerja tergantung pada jumlah penduduknya. Wilayah yang memiliki jumlah penduduk lebih banyak pasti memiliki jumlah angkatan kerja atau penawaran tenaga kerja yang lebih banyak daripada wilayah yang memiliki jumlah penduduk lebih sedikit.
Besarnya penyediaan atau supply tenaga kerja dalam masyarakat adalah jumlah orang yang menawarkan jasanya untuk proses produksi. Diantara mereka sebagian sudah aktif dalam kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa. Mereka dinamakan golongan yang bekerja. Sebagian lain tergolong yang siap bekerja dan yang sedang berusaha mencari pekerjaan, mereka dinamakan pencari kerja atau pengangguran. Jumlah yang bekerja dan mencari pekerjaan dinamakan angkatan kerja. Di bawah ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja yang selanjutnya dapat mempermudah analisa partisipasi kerja atau analisa penyediaan tenaga kerja secara terperinci.
II.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Tenaga Kerja
Adapun factor-faktor yang mempengaruhu penawaran tenaga kerja adalah sebagai berikut :
1. Jumlah Penduduk
Makin besar jumlah penduduk, makin banyak tenaga kerja yang tersedia baik untuk angkatan kerja atau bukan angkatan kerja dengan demikian jumlah penawaran tenaga kerja juga akan semakin besar.
2. Struktur Umur
Penduduk Indonesia termasuk dalam struktur umur muda, ini dapat dilihat dan bentuk piramida penduduk Indonesia. Meskipun pertambahan penduduk dapat ditekan tetapi penawaran tenaga kerja semakin tinggi karena semakin banyaknya penduduk yang memasuki usia kerja, dengan demikian penawaran tenaga kerja juga akan bertambah.
3. Produktivitas
Produktivitas merupakan suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara output dan jam kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seseorang tenaga kerja yang tersedia. Secara umum produktivitas tenaga kerja merupakan fungsi daripada pendidikan, teknologi, dan ketrampilan. Semakin tinggi pendidikan atau ketrampilan tenaga kerja maka semakin meningkat produktivitas tenaga kerja.
4. Tingkat Upah
Secara teoritis, tingkat upah akan mempengaruhi jumlah penawaran tenaga kerja. Apabila tingkat upah naik, maka jumlah penawaran tenaga kerja akan meningkat dan sebaliknya. Hal ini dapat dibuktikan pada kurva penawaran tenaga kerja yang berslope positif.
5. Tingkat Pendapatan
Secara teoritis, apabila upah meningkat dengan asumsi jam kerja yang sama, maka pendapatan akan bertambah. Sehingga kita akan menjumpai ibu rumah tangga yang bekerja merasa tidak perlu lagi membantu suami untuk mencari nafkah, akibatnya tingkat partisipasi angkatan kerja akan berkurang, dengan demikian supply tenaga kerja yang efektif akan berkurang.
6. Kebijaksanaan Pemerintah
Dalam menelaah penawaran tenaga kerja maka memasukkan kebijaksanaan pemerintah kedalamnya adalah sangat relevan. Kita misalkan kebijaksanaan pemerintah dalam hal wajib belajar 9 tahun akan mengurangi jumlah tenaga kerja, dan akan ada batas umur kerja menjadi lebih tinggi. Dengan demikian terjadi pengurangan jumlah tenaga kerja.
7. Wanita yang Mengurus Rumah Tangga
Wanita yang mengurus rumah tangga tidak termasuk dalam angkatan kerja, tetapi mereka adalah tenaga kerja yang potensial yang sewaktu-waktu bisa memasuki pasar kerja. Dengan demikian semakin besar jumlah wanita yang mengurus rumah tangga maka penawaran tenaga kerja akan berkurang atau sebaliknya.
8. Penduduk yang Bersekolah
Sama dengan hal di atas penduduk yang bersekolah tidak termasuk dalam angkatan kerja tetapi mereka sewaktu-waktu dapat menjadi tenaga kerja yang potensial, dengan demikian semakin besar jumlah penduduk yang bersekolah berarti supply tenaga kerja akan berkurang. Oleh karena itu jumlah penduduk yang bersekolah perlu diperhitungkan untuk masa yang akan datang.
9. Keadaan Perekonomia
Keadaan perekonomian dapat mendesak seseorang untuk bekerja memenuhi kebutuhannya, misalnya dalam satu keluarga harus bekerja semua apabila pendapatan suami tidak mencukupi kebutuhan keluarga, atau seorang mahasiswa yang tamat tidak mau bekerja karena perekonomian orang tua sangat memadai, atau seorang istri tidak perlu bekerja karena perekonomian suami sudah mencukupi.
II.4 Pasar Tenaga Kerja
II.4.1 Permintaan tenaga kerja di suatu daerah
Untuk memudahkan pengertian permintaan tenaga kerja di suatu daerah, misalnya dalam suatu daerah X, terdapat tiga perusahaan, yaitu perusahaan PI, P2, dan P3. Permintaan tenaga kerja untuk ketiga perusahaan dilukiskan dengan kurva DI, D2, dan D3. Permintaan akan tenaga kerja di daerah X merupakan jumlah permintaan dari tiga perusahaan tersebut dan untuk tingkat upah. Wl, tidak ada permintaan dari perusahaan sehingga permintaan untuk seluruh daerah yang bersangkutan juga sama dengan nol (Gambar 2.3).
Untuk tingkat upah W2, yang lebih rendah dari Wl, permintaan dari perusahaan PI dalam Gambar la dilukiskan dengan garis W2A dari perusahaan P2 dengan W2B dan dari perusahaan P3 dengan garis W2C.
Jumlah permintaan akan tenaga kerja di seluruh daerah dilukiskan dengan W2C1 dalam Gambar 2.3, yaitu sama dengan W2A1 (yang sama dengan W2A) ditambah A1B1 (yang sama dengan W2B) ditambah dengan B1C1 (yang sama dengan W2C).
Dengan melakukan hal yang sama untuk tingkat upah yang berbeda, kurva permintaan tenaga kerja di daerah yang bersangkutan dapat dilukiskan, misalnya Dn alam Gambar 2.3 sama halnya dengan permintaan dari suatu perusahaan yaitu permintaan akan tenaga kerja di suatu daerah merupakan fungsi tingkat upah. Kurva permintaan menurun dari kiri ke kanan yang berarti semakin tinggi tingkat upah, semakin sedikit permintaan akan tenaga kerja.









II.4.2 Penawaran tenaga kerja di suatu daerah
Untuk menyederhanakan pembahasan, misalkan dalam daerah X, hanya terdapat tiga keluarga, yaitu keluarga A, B, dan C, masing-masing dengan kurva penawaran Sa, Sb dan Sc (Gambar 2.4). Maka jumlah penawaran tenaga kerja di daerah tersebut adalah penjumlahan penawaran dari keluarga A, B, dan C. Penawaran tenaga kerja untuk daerah ini, misalkan X, adalah juga merupakan fungsi tingkat upah (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 melukiskan penawaran tenaga kerja dalam daerah tertentu, sebagai penjumlahan penawaran dari tiap-tiap keluarga sebagaimana dilukiskan dengan Gambar 2.4. Untuk tingkat upah Wl, tidak ada keluarga yang menawarkan jasanya untuk bekerja. Maka penawaran tenaga kerja di daerah tersebut menjadi nol. Untuk tingkat upah W2, keluarga A menawarkan W2,A, keluarga B menawarkan W2B, dan keluarga C menawarkan nol (Gambar 2.4). Maka untuk daerah itu, penawaran tenaga kerja adalah W2B1 (Gambar 2.4), yaitu W2A1 (yang sama dengan W2A) ditambah dengan AlBl (yang sama dengan W2B).
Demikian juga untuk tingkat upah W3, keluarga A menawarkan W3C,keluarga B menawarkan W3D, dan keluarga C menawarkan W3E (Gambar 2.4). Penawaran untuk daerah tersebut adalah W3E1 (Gambar 2.4), yaitu penjumlahan W3C1 (yang sama dengan W3C), C1D1 (yang sama dengan W3D) dan D1E1 (yang sama dengan W3E).
Dengan melakukan hal yang serupa untuk beberapa tingkat upah yang berbeda, kurva penawaran tenaga kerja untuk daerah yang bersangkutan dapat dilukiskan misalnya Sn dan Gambar 2.4 berikut ini.











Fungsi penawaran untuk suatu daerah tertentu pada dasarnya mengikuti pola fungsi penawaran dari suatu keluarga yaitu fungsi penawaran merupakan fungsi dari tingkat upah. Dalam suatu daerah akan terjadi penawaran dan permintaan tenaga kerja dan besarnya permintaan dan penawaran tenaga kerja tersebut tergantung dari tingkat upah.
Penawaran tenaga kerja untuk suatu daerah adalah penjumlahan penawaran dari seluruh keluarga (angkatan kerja). Sedangkan permintaan tenaga kerja dari suatu daerah atau perusahaan merupakan fungsi dari tingkat upah yang berlaku. Jumlah permintaan tenaga kerja di suatu daerah tertentu adalah penjumlahan permintaan dari seluruh pengusaha yang ada di daerah itu (Dn). Jumlah penawaran (Sn) dan permintaan (Dn) di suatu daerah akan menentukan tingkat upah dan jumlah penempatan untuk waktu-waktu berikutnya.
Perpotongan antara penawaran dan permintaan disebut titik equilibrium, menentukan besarnya penempatan atau jumlah orang yang bekerja (Ln) dan tingkat upah yang berlaku (Wn) yang kemudian dipakai sebagai patokan baik oleh keluarga maupun oleh pengusaha di daerah yang bersangkutan. Sn dan Dn dalam Gambar 2.5 dapat dipandang sebagai permintaan dan penawaran tenaga kerja untuk suatu daerah. Penawaran tenaga kerja untuk suatu negara dapat dipandang sebagai penjumlahan penawaran dari tiap-tiap daerah atau dari seluruh perusahaan yang ada di Negara tersebut.











Tetapi kenyataannya keseimbangan ini sulit dicapai, masalah atau kejadian yang terjadi antara penawaran dan permintaan adalah persediaan lebih besar dari kebutuhan tenaga kerja. Seperti halnya di Indonesia keadaan yang terjadi adanya kelebihan tenaga kerja atau kurangnya ketrampilan tenaga kerja. Demikian pula rintangan bagi tenaga kerja untuk tampil dalam mengisi lowongan yang ada disebabkan karena kurangnya informasi serta jarak geografis antara lowongan dan pencari kerja. Di samping itu di beberapa tempat terjadi pula kekurangan penawaran tenaga kerja yang disebabkan karena perlakuan kurang layak, yang berupa pengupahan yang terlalu rendah, sehingga tidak menarik bagi tenaga kerja untuk melamar pekerjaan tersebut.
Bentuk penyediaan atau penawaran tenaga kerja yang lebih besar dari kebutuhan atau permintaan adalah pengangguran dan masalah pengangguran ini merupakan masalah yang sangat rumit untuk ditanggulangi. Di Indonesia masalah ini menjadi masalah pokok dalam pembangunan dan erat hubungannya dengan pertumbuhan atau kemajuan ekonomi. Untuk meningkatkan permintaan diperlukan beberapa usaha atau kebijaksanaan yang efektif.
II.5 Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas mengandung pengertian filosofis, definisi kerja dan teknis operasional. Secara filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan keadaan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan mutu kehidupan besok harus lebih baik dari hari ini. Pandangan hidup dan sikap mental yang demikian akan mendorong manusia untuk tidak cepat merasa puas, akan tetapi terus mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja.
Untuk definisi kerja, produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan satuan waktu. Definisi kerja ini mengandung cara atau metode pengukuran. Walaupun secara teori dapat, akan tetapi secara praktek sukar dilaksanakan, terutama karena sumber daya masukan yang dipergunakan umumnya terdiri dari banyak macam dan dalam proporsi yang berbeda.
Pengertian ketiga mengandung makna peningkatan produktivitas yang dapat terwujud dalam empat bentuk, (Payaman J. Simanjuntak, 2001) yaitu:
1. Jumlah produksi yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit, dan atau
2. Jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang kurang, dan/atau
3. Jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang sama, dan/atau
4. Jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan sumber daya yang relatif lebih kecil.
Besarnya jumlah penduduk dan angkatan kerja akan mampu menjadi potensi pembangunan apabila jumlah penduduk dan angkatan kerja tersebut dapat dibina dengan baik. Pembinaan yang baik terhadap penduduk maupun angkatan kerja akan menghasilkan mutu angkatan kerja yang baik pula. Mutu angkatan kerja antara lain tercermin dalam tingkat pendidikan dan pelatihan yang mereka ikuti.
Produktivitas pada dasarnya merupakan pengukuran efektivitas faktor input dalam menghasilkan output. Banyaknya pengukuran produktivitas yang diketahui adalah produktivitas lahan, tenaga kerja, modal dan lain-lain produktivitas factor produksi yang selalu dipakai dalam proses produksi. Namun demikian ada satu pengukuran produktivitas yang sangat menarik untuk diperhatikan, yaitu output/labour yang disebabkan dalam pengertian ini telah terkandung kombinasi dari kualitas tenaga kerja. Misalnya pendidikan, keahlian teknis, motivasi, kapital, dan teknologi.
Produktivitas tenaga kerja memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, karena pendapatan nasional maupun pendapatan daerah banyak diperoleh dengan cara meningkatkan keefektifan dan mutu tenaga kerja dibandingkan dengan melalui formasi modal dan pertambahan angkatan kerja.
Ada beberapa definisi lain yang berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja, seperti produktivitas tenaga kerja adalah produksi (Q) persatuan tenaga kerja (L) atau Q/L. Produksi diukur dengan nilai produksi yaitu Q dikali dengan harga (P). Nilai produksi didekati dengan nilai PDRB baik menurut sector kegiatan ekonomi maupun secara total berdasarkan harga konstan. Dalam hal ini faktor produksi lainnya diwakili oleh tenaga kerja. Faktor-faktor yang turut mempengaruhi produktivitas per pekerja di suatu negara antara lain:
1. Perkembangan stok barang modal per pekerja.
2. Perbaikan tingkat pendidikan, ketrampilan dan kesehatan pekerja.
3. Meningkatnya skala unit usaha.
4. Bergesernya pekerja dari kegiatan yang relatif rendah produktivitasnya ke kegiatan yang lebih tinggi produktivitasnya.
5. Berubahnya product mix atau komposisi output dari tiap sektor atau subsektor, lapangan atau sub lapangan usaha selama pertumbuhan ekonomi, dan
6. Bergesernya teknik produksi dari padat karya ke padat modal.






















BAB III
KESIMPULAN
Pasar kerja merupakan seluruh aktivitas dari pelaku-pelaku yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Ada tiga pelaku dari pasar kerja yaitu sebagai berikut :
1. Pengusaha yang membutuhkan tenga
2. Pencari kerja
3. Perantara atau pihak ketiga yang memberikan kemudahan bagi pengusaha atau pencari kerja untuk saling berhubungan.
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting di samping sumber daya alam, modal dan teknologi, Kalau ditinjau secara umum pengertian tenaga kerja adalah menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang atau jasa dan mempunyai nilai ekonomis yang dapat berguna bagi kebutuhan masyarakat. Secara fisik kemampuan bekerja diukur dengan usia.
Payman Simanjuntak yang dimaksud dengan angkatan kerja adalah: .Penduduk yang berusia 15 tahun ke atas yang mempunyai pekerjaan tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi dan mereka yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan (Payman Simanjuntak, 2001). Sedangkan menurut Soeroto, angkatan kerja dapat didefinisikan sebagai berikut: .Sebagian dari jumlah penduduk dalam usia kerja yang mempunyai dan yang tidak mempunyai pekerjaan yang telah mampu dalam arti sehat fisik dan mental secara yuridis tidak kehilangan kebebasannya untuk memilih dan melakukan pekerjaan tanpa ada unsur paksaan. (Soeroto, MA, 2002).
Produktivitas tenaga kerja memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, karena pendapatan nasional maupun pendapatan daerah banyak diperoleh dengan cara meningkatkan keefektifan dan mutu tenaga kerja dibandingkan dengan melalui formasi modal dan pertambahan angkatan kerja.




DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2009). Analisis pasar kerja, Penerbit BPS, Pekanbaru.

Federman, M and D I. Levine. 2005. “The Effects of Industrialization on Education and Youth Labor in Indonesia.” Contributions to Macroeconomics, 5(1). Available at: http://www.bepress.com /bejm/ contributions/ vol5/ iss1/art1.

Sukirno Sadono, (2002) Pengantar Teori Mikro Ekonomi Edisi Ke-3, Rajawali Press,Jakarta.

Boediono, Ekonomi Makro (2002) : Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2, BPFE, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar